Friday, May 27, 2011

Anak Gendut Tidak Berarti Sehat

Punya anak kecil yang montok dan gendut memang lucu dan terlihat
imut-imut. Tapi ingat, gendut tidak berarti selalu sehat. Bahkan, dapat memicu
berbagai penyakit kendati anak-anak masih dalam usia balita.
Kegemukan atau obesitas pada anak secara umum dapat meningkatkan risiko
berbagai gangguan kesehatan secara keseluruhan. Obesitas adalah suatu
gangguan status gizi lebih dengan berbagai derajat, mulai dari ringan, sedang,
sampai berat badan umumnya berada di atas normal. Sebagai patokan kasar,
berat badan normal diukur dari umur anak dikali dua, lalu ditambah delapan
(ukuran kg).
Di Indonesia, kegemukan belum menjadi masalah nasional. Namun, di AS,
kegemukan sudah menjadi epidemi yang mengakibatkan berbagai masalah
kesehatan serius. Tiga dari lima orang AS mengalami kelebihan berat badan. Para
peneliti di Negeri Paman Sam itu memperkirakan, anak-anak di AS kini akan menjadi
generasi dengan tingkat harapan hidup lebih singkat, daripada orangtua mereka.
Penyebab obesitas pada orang AS antara lain dikarenakan perusahaan makanan
memperbesar porsi produknya dan kebiasaan masyarakat mengonsumsi fast food
atau makanan cepat saji.
Sejak tahun 1977, kalori yang dikonsumsi orang AS naik sekitar 10 persen atau sekitar
200 kalori lebih setiap hari. Sebelumnya AS disebut 'Republik Alkohol' karena mereka
gemar minuman beralkohol untuk sarapan, makan siang, dan makan malam.
Sekarang julukan itu mestinya berubah menjadi 'Republik Kegemukan'.
Semakin banyak dan murahnya makanan dituding pula sebagai penyebab
obesitas. Ketika hasil panen membeludak, pasar pun dibanjiri makanan yang
berharga murah. Orang lalu cenderung menambah porsi makannya. Melihat
kecenderungan itu bukan tidak mungkin gaya hidup orang Indonesia sudah mulai
terpengaruh. Karena itu pula suatu hari nanti, kita sangat mungkin bakal
menghadapi masalah kegemukan nasional, terutama pada anak-anak.
Penyebab obesitas adalah asupan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh dan
berlangsung dalam waktu lama. Penyebab lain yang secara tidak langsung
berpengaruh, yakni keturunan atau genetik, endokrin (kelainan hormonal), dan
eksternal atau pola makan yang tinggi kadar lemak dan kalorinya.
Obesitas yang disebabkan faktor genetik, biasanya pada usia dini sudah banyak
terbentuk sel lemak adipocytes. Sel lemak ini terbentuk karena asupan tinggi kalori
sejak dalam kandungan sampai usia satu tahun. Secara umum angka kejadian
obesitas lebih banyak di kota, dan pada keluarga dengan sosial ekonomi tinggi.
Kalangan inilah yang biasanya sering mengonsumsi makanan tinggi kalori dan kaya
lemak, misalnya makanan cepat saji itu tadi.
Sebenarnya obesitas bukan penyakit. Namun, anak yang menderita obesitas dapat
mengalami komplikasi gangguan jantung dan pembuluh darah pada usia dewasa.
Akibat gesekan-gesekan pada tubuhnya, dapat terjadi lecet terutama di sekitar
paha. Mereka juga dapat mengalami gangguan psikologis karena memiliki tubuh
yang berbeda dengan bentuk tubuh temantemannya.
Yang penting diketahui juga, obesitas pada anak akan mempengaruhi
kematangan tulang. Tulang anak-anak ini akan lebih cepat matang, sehingga tidak
berkembang lagi. Akibatnya, dibanding anak lainnya, dia akan lebih pendek.
Kondisi obesitas yang terjadi semasa kanakkanak tidak selalu menetap hingga ia
tumbuh dewasa. Kegemukan cenderung terbawa sampai dewasa bila
dikarenakan faktor genetik, derajat obesitas yang berat, serta obesitas yang terjadi
menjelang dewasa.
Menurut Profesor Ricardo Uauy, Ketua Public Health Nutrition di London School of
Hygiene and Tropical Medicine, yang juga penyusun laporan tentang obesitas di
kalangan anak-anak, mengajak berbagai pihak untuk merumuskan strategi global
guna mengatasi melonjaknya angka anak-anak dengan obesitas di berbagai
tempat di seluruh dunia.
"Kita menghadapi suatu epidemi di kelompok usia kanak-kanak. Sebelumnya kita
menyangka obesitas merupakan problema orang dewasa, tapi kenyataannya juga
mengancam anak-anak dan tampaknya makin memburuk," ucapnya.
Ia menjelaskan, Amerika Serikat merupakan negara dengan angka obesitas di
kalangan anakanak yang paling parah, dengan prevalensi 30 persen di antara
anak-anak usia 5 hingga 17 tahun, lonjakan angka juga terlihat di Eropa, Timur
Tengah, serta kawasan Asia Pasifik. Sepuluh hingga 20 persen anak-anak di Eropa
Utara cenderung kelebihan berat badan, sementara di Eropa selatan angka itu
lebih tinggi, yakni 20-35 persen.
Lebih lanjut ia mengatakan, problem kesehatan yang semula merupakan ciri khas
negaranegara industri makan kalori tinggi, banyak dibantu alat-alat di dunia kerja,
dan tingkat aktivitas fisik yang rendah itu kini juga menyebar ke negara-negara
berkembang. Di Afrika Selatan, sekitar 25 persen gadis usia 13-19 mengalami
kelebihan berat badan dan obesitas. Angka itu sudah mendekati jumlah yang
sama dengan di AS.
Dalam suatu laporan, Uauy dan rekan mengidentifikasi tren sosial yang
menyebabkan gangguan tersebut dan meminta organisasi kesehatan dunia (WHO)
membantu negara berkembang untuk menetapkan strategi guna melawan
ancaman obesitas di kalangan anakanak. Ia mengungkapkan, strategi itu bisa
mencakup peningkatan gizi ibu, mendorong pemberian ASI, mendorong sekolah
untuk mengajarkan makan yang sehat kepada anak-anak, memberi informasi nutrisi
yang jelas kepada konsumen, serta menyediakan arena bermain yang aman di
lingkungan tempat tinggal. Obesitas meningkatkan risiko anak-anak untuk terkena
diabetes tipe 2, serangan jantung, stroke, dan sejenis kanker tertentu.
"Strategi global berarti membuat anak-anak tetap aktif bergerak di sekolah dan di
tempat bermain serta memastikan makanan yang diasup tak berlebihan karena
tidak seimbang dengan aktivitas fisik mereka," katanya.(to)