Aneh mungkin bila dikatakan cokelat bisa menyehatkan jantung,
apalagi bila dikaitkan bahwa cokelat mengandung banyak lemak yang sering
dituduh menjadi biang obesitas dan penyakit jantung. Cokelat memang sarat
lemak sehingga tinggi energi (kalori).
Seratus gram cokelat manis atau semimanis memasok energi kira-kira 470-528 kilo
kalori sebab mengandung lemak sebesar 40-53 persen. Sementara kakao (bubuk
biji cokelat) menyediakan energi sekitar 215-300 kilo kalori per 100 g, tergantung
pada jumlah lemaknya. Namun, cokelat bukan hanya terdiri dari lemak. Ia
mengandung pula karbohidrat dan protein, serta mineral seperti zat besi, fosfor,
kalium, krom, magnesium, dalam kadar yang signifikan. Cokelat pun mengandung
teobromin dan kafein- senyawa-senyawa yang bekerja di pusat saraf-yang dalam
jumlah tertentu dapat "mengangkat" mood.
Begitu melekatnya rasa lezat dan manis pada cokelat membuat orang mungkin
"melupakan" rasa dasar cokelat, yaitu pahit. (Padahal, kata cokelat memiliki arti air
yang pahit; berasal dari kata xocolatl, yang diambil dari bahasa suku bangsa Aztec
di Amerika Selatan.) Rasa pahit yang terdapat pada cokelat berkaitan dengan
komponen kimia yang dimilikinya, flavonoid. Flavonoid memainkan peran penting
sebagai pigmen pewarna alami, senyawa pemberi cita rasa dan pelindung dari
kerusakan akibat oksidasi. Adanya flavonoid dalam cokelat dapat mencegah
lemak cokelat mengalami ketengikan sehingga mengurangi kebutuhan akan
penambahan bahan pengawet dari luar.
Penelitian mutakhir yang dilaporkan oleh Mary B Engler PhD dari University of
California, San Francisco, Amerika Serikat, dan 10 koleganya (2004) memperlihatkan
bahwa konsumsi cokelat, tepatnya dark chocolate yang sarat flavonoid, dapat
menyehatkan jantung. Itu ditandai dengan adanya perbaikan fungsi endotel
(lapisan sel gepeng yang melapisi permukaan dalam pembuluh darah, pembuluh
limfa dan rongga tubuh).
Efek memberikan perlindungan spesifik pada jantung yang dianggap berasal dari
flavonoid cokelat meliputi mencegah oksidasi kolesterol LDL (kerap disebut
kolesterol "jahat" karena berdampak buruk untuk jantung) serta menghambat
aktivasi dan agregasi platelet (partikel darah yang terlibat dalam penggumpalan
darah). Selanjutnya, peningkatan kapasitas "antioksidan" plasma dan penurunan
produk-produk oksidasi plasma berhubungan dengan peningkatan konsentrasi
epicatechin.
Antioksidan adalah zat pencegah oksigen bergabung dengan zat lain untuk
menimbulkan kerusakan pada sel-sel tubuh. Di dalam darah, antioksidan akan
membersihkan "radikal bebas", yakni molekul kecil reaktif penyebab kerusakan
tubuh, yang dapat memicu terjadinya penyakit serius, seperti penyakit jantung dan
kanker.
Dr Mary dkk melakukan riset pada 21 orang sehat dengan desain studi yang baikrandomized,
double-blind, placebo-controlled. Ke-21 subyek terdiri dari 11 laki-laki
dan 10 perempuan berumur 21-55 tahun yang berberat badan ideal, tidak
merokok, bukan vegetarian, tak menjalankan aktivitas fisik ekstrem, tidak
berpenyakit jantung, diabetes, hiperlipidemia, gangguan tiroid. Bagi yang
perempuan tak sedang hamil.
Subyek-subyek ini secara acak (random) dibagi menjadi dua grup. Grup I terdiri dari
6 lakilaki dan 5 perempuan, diminta mengonsumsi dark chocolate bars tinggiflavonoid
(213 mg procyanidin, 46 mg epicatechin). Sementara grup II terdiri dari 5
laki-laki dan 5 perempuan, diminta mengonsumsi dark chocolate bars rendahflavonoid
(sangat sedikit procyanidin dan epicatechin) masing-masing sebanyak 46
gram setiap hari selama periode 2 minggu lebih. Para subyek diminta untuk tetap
menerapkan pola makan yang biasa dikonsumsi sehari- hari dan tidak
mengonsumsi makanan dan minuman kaya- flavonoid (daftar disediakan untuk
subyek), minuman alkohol, suplemen vitamin, dan obat-obat non-steroid antiinflamasi
dua hari sebelum tiap kunjungan (baseline dan 2 minggu kemudian).
Hasilnya, subyek yang mengonsumsi dark chocolate sarat-flavonoid mengalami
perbaikan fungsi endotel dibandingkan dengan subyek yang mengonsumsi dark
chocolate rendahflavonoid. Setelah dua minggu, konsentrasi epicatechin plasma
dalam kelompok tinggiflavonoid meningkat nyata sekali (204,4 + 18,5 nmol/L), tetapi
tidak pada kelompok rendahflavonoid (17,5 + 9 nmal/L).
Ini merupakan percobaan klinis pertama yang menunjukkan perbaikan fungsi
endotel orang sehat yang mengikuti konsumsi jangka-pendek dark chocolate
tinggi-flavonoid. Perbaikan di atas berkaitan dengan peningkatan konsentrasi
epicatechin plasma.
Beberapa studi terdahulu mengungkapkan, cokelat menyediakan antioksidan
pada kadar amat tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh University of Scranton, AS,
menunjukkan bahwa kemampuan antioksidan dalam cokelat relatif sangat tinggi
dibandingkan dengan dalam makanan dan minuman lain, seperti teh, wine-hasil
fermentasi buah anggur-merah, kismis, stroberi, bayam.
Di antara produk-produk cokelat, antioksidan dark chocolate menduduki peringkat
paling atas, diikuti oleh cokelat susu. Dark chocolate mengandung antioksidan
flavonoid kira-kira 8,5 kali kandungan antioksidan flavonoid stroberi, yang
menduduki peringkat tinggi di antara buahbuahan.
Bukti bahwa cokelat merupakan antioksidan kuat untuk mencegah oksidasi
kolesterol-LDL sudah dilaporkan pada riset sebelumnya. Studi yang dilakukan
Andrew L Waterhouse PhD dkk dari Department of Viticulture and Enology, University
of California, Davis, AS, mengungkapkan, cokelat dapat menghambat oksidasi
kolesterol-LDL sebesar 75 persen. Sebagai perbandingan, pada dosis yang sama,
wine merah dilaporkan menghambat oksidasi kolesterol-LDL lebih rendah, yaitu
sebesar 37-65 persen.
Temuan di atas merupakan kabar gembira bagi para penggemar berat cokelat,
khususnya kaum perempuan, serta anak- anak dan remaja, yang lebih menyukai
cokelat daripada teh. Perempuan-perempuan yang sulit membatasi konsumsi
cokelatnya, tetapi khawatir kesehatannya akan terganggu, kini dapat sedikit
terhibur karena cokelat pun menyediakan antioksidan top. Apalagi, bila lebih
memilih makan cokelat berisi potongan-potongan buah, seperti kismis, stroberi,
jeruk, atau anggur; paduan nikmat sekaligus sehat.