Menyantap makanan gorengan seperti bakwan, pisang goreng, tempe,
tahu dan lain sebagainya memang nikmat. Tapi, di balik kenikmatan itu, ternyata
menyimpan resiko yang amat besar. Yakni bisa memicu timbulnya penyakit
kardivaskuler, diabetes dan stroke.
Makanan enak memang belum tentu sehat. Baik makanan yang tersaji di penjaja
keliling, warung, cafe, atau sekalipun yang berjenis fried chicken atau fast food.
Karena, makanan tersebut hanya ditujukan untuk pemuas lidah dan perut, tanpa
memperhatikan adakah kandungan gizi yang bermanfaat di dalamnya.
Apalagi bila dilihat dengan kebiasaan makan orang Indonesia yang lebih
mementingkan rasa kenyang di perut ketimbang sehat tidaknya makanan tersebut.
Sehingga, tak jarang makanan yang sudah beberapa kali dihangatkan, sisa makanan
kemarin, masih juga dimakan. Padahal, yang namanya makanan yang sudah
dihangatkan, tidak lagi menyimpan vitamin di dalamnya sama sekali, walau masakan
itu masih terasa enak dan sedap di lidah.
Menurut Doktor Rustika dalam Ilmu Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia, kebiasaan masyarkat yang dipengaruhi oleh berubahnya gaya
hidup akibat modernisasi dan urbanisasi, menyebabkan meningkatnya penyakit tidak
menular yang tergolong degenaratif tapi cukup mematikan adalah penyakit
kardiovaskuler atau biasa disingkat PKV. Di Indonesia, angka kesakitan dan kematian
akibat PKV terus meningkat tajam. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga menunjukkan
bahwa PKV sebagai penyebab kematian telah meningkat dari urutan ke-11 (1972) ke
urutan ketiga (1986) dan menjadi penyebab kematian utama 1992, 1995, dan 2001.
Penyebab utama PKV adalah adanya manifestasi ateroklerosis di pembuluh darah
koroner, dengan salah satu faktor risiko utamanya adalah dislipidemia. Dislipidemia
adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar
kolesterol total, LDL, dan trigliserida serta penurunan kadar HDL dalam darah.
Peningkatan proporsi dislipidemia disebabkan oleh dampak modernisasi yang
mengubah perilaku masyarakat Indonesia cenderung mengonsumsi rendah serat dan
tinggi lemak.
Hal lain adalah pesatnya upaya diversifikasi produk makanan menjadikan masyarakat
cenderung mengonsumsi makanan berminyak atau berlemak tinggi. Proporsi konsumsi
minyak goreng cukup tinggi, baik di perkotaan maupun pedesaan. "Masyarkat pada
umumnya menggunakan minyak goreng untuk mengolah makanan, baik untuk lauk
maupun makanan kecil. Makanan itulah yang dikenal sebagai makanan gorengan.
Rasanya yang gurih, renyah dan harga murah, membuat orang menyukainya," kata
Rustika dalam disertasinya yang lulus dengan predikat cumlaude itu.
Makanan gorengan yang digoreng dengan minyak yang mengandung asam lemak
jenuh apabila dikonsumsi akan dimetabolisme, akhirnya akan meningkatkan profil lipid
dalam darah. Data persentase kebiasaan makan pada populasi berumur di atas 35
tahun di Jakarta Selatan menunjukkan kebiasaan makanan gorengan 60 persen,
masakan daging yang digoreng 44,8 persen, masakan ikan yang digoreng 94,3 persen.
Asam lemak jenuh dikethui berpengaruh terhadap peningkatan kada kolesterol total,
terutama kolesterol LDL. Asupan asam lemak jenuh tinggi akan menekan aktivitas
reseptor LDL sehingga menyebabkan peningkatan kadar kolesterol LDL dalam plasma.
Makin tinggi asupan asam lemak jenuh,
makin tinggi kolesterol serum.
Menurut Rustika, seseorang yang berisiko profil lipid dalam darah tinggi adalah mereka
yang mengonsumsi asam lemak jenuh 16,71 persen total energi. Ini berarti bila
seseorang mengonsumsi energi 1.600 kkal, maksimum konsumsi asam lemak jenuh 25,8
g per hari. Pada populasi yang diteliti, dari 29,70 gram per hari asam lemak jenuh yang
dikomsumsi, 5,93 gram perhari berasal dari makanan non-gorengan. Sedangkan 23,77
gram perhari, merupakan makanan gorengan.
Dari 23,77 g per hari asam lemak jenuh setara dengan tiga potong jenis makanan
gorengan lauk dan lima potong makanan selingan atau dua potong lauk dan
delapan potong makanan selingan. "Hasil penelitian ini perlu diinformasikan kepada
masyarakat luas, yaitu bahwa kebiasaan memakan makanan gorengan yang
berlebihan berbahaya bagi kesehatan, terutama penyakit degeneratif yang saat ini
angka kesakitan dan kematiannya cenderung meningkat," kata Rustika.