Wednesday, June 1, 2011

Stres, Biang Segala Penyakit

Sudah bukan rahasia lagi, jika stres berperan 50% terhadap kesehatan
seseorang. Tak heran, bila stres mampu merubah yang sehat jadi sakit, dan yang
sakit, menjadi bertambah parah sakitnya.
Kontribusi stres memang paling besar, lalu disusul oleh mental dan emosi masingmasing
sebesar 20% yang juga bisa mengubah orang sehat jadi sakit. Sedangkan
fisik, tempat di mana penyakit bersemayam, hanya andil 10% dalam mengubah
kesehatan seseorang. Hingga abad ke-19, anggapan yang mengatakan ada
kaitan antara stres dan kesehatan masih belum dipahami dengan baik. Namun,
waktu itu, ahli kesehatan sudah mulai menganjurkan orang-orang dengan
gangguan kesehatan tertentu untuk pergi mengunjungi tempat spa atau menikmati
matahari terbenam di pantai.
Secara bertahap, ide menjadi konkrit setelah penyebab dan terapi penyakit telah
ditemukan. Tapi, dalam dekade terakhir ini, ilmuwan seperti Dr. Esther Sterberg,
direktur pada Integrative Neural Immune Program di National Intitute for Health's
National Intitute of Mental Health, telah menemukan adanya keterkaitan antara
otak dan sistem imum manusia. Saat Anda sedang mengalami infeksi atau
gangguan kesehatan lain yang menimbulkan proses peradangan (inflamasi)
misalnya luka bakar atau cedera, sel-sel yang berbeda dari sistem imun akan
mengalir ke tempat peradangan.
Strenberg mengumpamakannya seperti ribuan tentara bergerak ke medan perang,
dimana setiap tentara mempunyai keahlian dan fungsi khusus. Ada yang berfungsi
sebgai pengumpul kotoran, dengan cara mencerna si penyebab radang. Ada
yang membentuk atau membuat antibodi, yaitu peluru untuk berperang
menghadapi si penyusup, sedang yang lain langsung berduel dengan si penyusup
penyebab radang tersebut.
Semua jenis sel imun bekerja bahu membahu dengan cara mengirim sinyal atau
kata sandi dalam bentuk molekul-molekul yang mereka buat dalam pabrik-pabrik
dalam sebuah sel. Jadi, molekul-molekul itu memiliki banyak khasiat dan fungsi,
bukan hanya sekadar bisa berkomunikasi lewat di antara sel-sel imum yang
berbeda. Tapi, mereka juga bisa berenang di dalam pembuluh darah untuk
memberikan kata sandi atau sinyal kepada otak atau mengaktifkan berbagai
pembuluh syaraf yang berdekatan untuk memberi sinyal kepada otak. Molekulmolekul
imun tersebut akan diubah fungsinya oleh otak. Mereka bisa mengurangi
sekelompok perilaku yang bisa dikatakan sebagai perilaku sakit. Para ilmuwan
berspekulasi mengenai perilaku tidak sehat ini, tapi Sternberg mengatakan bahwa
molekul-molekul itu akan membantu anda untuk menyimpan saat sakit sehingga
anda bisa menggunakan cadangan energi tersebut untuk berperang melawan
penyakit.
Menurut Sternberg, dalam kondisi stres kronis, bagian otak yang mengendalikan
respons stres dengan konstan memompakan hormon-hormon stres lebih banyak.
Sel-sel imun yang sedang berenang dalam molekul diminta untuk berperang. Jadi,
stres kronis bisa membuat sel-sel imun anda kurang mampu memberi respons jika
ada penyusup yang masuk dalam tubuh misalnya, virus atau bakteri.
Teori ini mendukung berbagai hasil studi yang dilakukan orang-orang yang
mengalami stres jangka pendek, seperti menunggu keluarga yagn sedang sakit,
sedang terjebak di lalu lintas yang padat. Orang-orang ini menunjukkan waktu
penyembuhan yang lebih lama, penurunan kemampuan sistem imun merespon
vaksinasi, dan meningkatkan kerentanan mereka terhadap infeksi akibat virus,
seperti flu misalnya.
Jadi, bila kadar hormom anda terlalu tinggi untuk memadamkan sistem imun,
berarti anda tidak bisa berperang melawan infeksi. Sementara itu, jika kadar
hormon stres terlalu sedikit dan respon sistem imun tidak terdeteksi, Anda bisa
mengalami penyakit peradangan. Mungkin salah satu cara yang paling produktif
untuk mengendalikan stres adalah kendali. Karena kendali adalah hal yang paling
penting sedang stres atau tidak. Jadi, bila sudah bisa belajar untuk merasakan
anda sedang dalam kendali atu sedang mengendalikan situasi-situasi tertentu yang
sedang dihadapi. Berarti, anda sudah bisa mengurangi respon stres. (to/ht)